Senin, 21 Maret 2022

Sasatra_Poem.

 



“EKARISTI DALAM MIMPI’’

Oleh. Valentino Mario Tanik 

Beranjak dari ranjang, Enggan melangkah

Sujudku untuk tubuhmu. Pada puncak sertamu.

Masih kelabu untuk kurapal ; Saya Berdosa.

Entah mengapa langkah derap kembali mencabar dan

Sahut menyahut pada persiapan pesta ; memecah sunyi.

Seolah-olah Amin-ku kembali berhenti dan

Menatap aksa hingga ke hulu.

Dan teriakan harsa berujung pada

Mari Makanlah Roti!

 

 

Senin, 07 Maret 2022

Puisi

                                    

 



 “Sudah tua ibu pertiwi”

Puisi_ Valentinus Mario

Sajak pahlawan dalam senja sudah rimpuh, dan seolah  mimpi membara. Meratap seperti pertiwi, hingga mereka yang dulu terus berjuang. Di Pelataran sepi, sunyi mencabar cerita kemarin sudah hilang bersama darah dan nyawah.  

Hingga di ujung bambu tajam anak negri kembali menelah musuh.  Ibu pertiwi kembali tersenyum, senja kemarin sudah lama pamit.

Sajak pahlawan untuk anak negri yang tersenyum untuk Indonesia raya. Berlumuran darah demi bumi pertiwi, dan anak negri terus tersenyum. Teriakan harsa untuk tanah tumpa darah dan hari kemarin adalah cerita. Dimana segerombolan anak negri lagi-lagi bercucuran darah hingga nyawa kembali terbayar.

Dengan teriakan anak negeri akan kemerdekaan. Senja kemarin sudah digusur pergi pada rahim pertiwi dan menatap aksa hingga ke hulu.  Securut kemerdekaan pada wajah mereka, kini putus di kaki lembah akan cerita bersejarah 

Dan masih berani untuk anak negri kembali berteriak akan kemerdekaan tanah bangsa. Hingga teriakan harsa berujung pada rahim pertiwi.

 

                                               

 

                      

 

 

                      

 


Budaya Baru

 





Budaya Salam di Masa Pandemi

Mario Valentinus Tanik

       



Orang Asia umumnya dikenal dan dihormati karena budaya sopan santun. Karakter kuat kesantunan ini biasanya terlihat dari cara mereka memberi salam. Dari Jepang tempat matahari terbit, hingga negeri seribu pulau Indonesia, cara memberi salam menyekolahkan kesantunan.

Di Indonesia budaya yang paling dijunjung tinggi sebagai salah satu rasa memberi hormat pada siapa saja adalah budaya salam. Dari generasi ke generasi, etika salam sudah dilestarikan, karena budaya Indonesia sangat menjunjung tinggi persaudaraan-kekeluargaan. Di Indonesia,  kebiasaan memberikan salam merupakan suatu hal yang melekat pada masing-masing pribadi dimana saat bertemu orang yang lebih tua ataupun teman sebaya dan bahkan orang asing sekalipun, memberikan salam seperti sebuah kewajiban.

Pada umumnya memberikan salam merupakan ciri yang menunjukkan kepedulian antar-pribadi dalam hidup bermasyarakat. Selain menjadi karakter peduli antar-pribadi, budaya salam juga menunjukkan rasa hormat kepada orang lain. Rasa hormat ini, memang jika dievaluasi secara singkat, agaknya mudah. Akan tetapi, tidak semua orang di bumi ini meyakini bahwa budaya salaman memberi dampak yang cukup melebar dari sekadar sebuah interaksi awal. Ketika orang yang sama sekali asing menghampiri lingkungan kita, kadang ada rasa curiga, minder, takut, dan enggan menyapa atau mengulurkan tangan. Hal ini, hemat saya, semakin terlihat di masa pandemi ini.

Kenyataan bahwa budaya salaman mulai meredup gamblang terlihat di masa pandemi. Ketika pandemi menekan laju seluruh lini kehidupan manusia di seluruh pelosok bumi ini, budaya salaman pun ikut dikekang. Salaman serasa menjadi hal tabu. Anda salaman, Anda siap-siap terinfeksi virus mematikan. Jangankan salaman, berkerumun dengan jarak yang tak seharusnya, seseorang dengan sendirinya akan dihantui ketakutan berkepanjangan – ada semacam sistem kontrol yang secara otomatis dikelola dalam pikiran. Semenjak virus korona melakukan manuver dari Wuhan, Provinsi Hubei, China, budaya salaman mulai dihilangkan. Tak ada lagi rangkulan, pelukan, berjabatan tangan, apalagi menyapa sambil terbahak-bahak. Hal-hal demikian pelan-pelan dihilangkan dan wajib ditiadakan.


Di masa sekarang, budaya salaman sendiri menjadi suatu hal yang menakutkan bagi semua orang. Saat ini berjabatan tangan mulai dihindari karena diyakini bisa menularkan virus corona. Ketika budaya salaman dengan berjabatan tangan dan merangkul itu dihilangkan karena alasan kesehatan, pola komunikasi santun pun ikut luntur dengan sendirinya. Ketika semua diberi jarak, ada rasa anti-sosial yang terlihat. Memberi jarak salaman sama halnya dengan tak memberi salam. Dengan kata lain, menolak berjabatan tangan atau merangkul sama artinya dengan menolak keakraban. Dari upaya penolakan ini, budaya sopan santun bisa jadi ikut “dinodai.”

Budaya salaman tentunya tak hanya luntur dalam ilustrasi percakapan atau perkenalan biasa. Jika saya masuk dalam kelompok tertentu, tentu hal pertama yang saya dapatkan sebagai ungkapan penerimaan adalah salaman. Di sana, saya tak hanya diterima sebagai sebuah anggota baru dalam kelompok tersebut, tetapi juga ada nilai pendidikan sopan santun yang saya diterima. Edukasi kesantunan ini kemudian bisa menjadi pengalaman berharga bagi saya untuk meneruskan hal yang kepada orang lain.

Di lingkup hidup keagamaan, budaya salaman juga hampir tak lagi diminati. Saat sesi tertentu dalam Perayaan Ekaristi, umat Kristiani yang semulanya merangkul dan berjabatan tangan, kini semuanya diganti dengan senyuman. Hal ini membuat karakter solidaritas sebagai bagian dari kesatuan Gereja ditangguhkan untuk sementara. Orang asing dalam Gereja pun bisa jadi muncul hanya karena kebiasaan salaman ini diberi jarak. Mengenai ini, Gereja tentunya memiliki pedomaan khusus terkait tata gerak liturgi saat menyampaikan salam damai. Dalam Dokumen Konstitusi Suci Sacrosanctum Concillium budaya salaman dilestarikan dengan pembiasaan mengulurkan tangan. Kekuatan-kekuatan bunyi dokumen ini, hemat saya tetap dipenjara oleh protokol penanganan Covid-19, yakni menjaga jarak.

Lalu apa yang bisa dibuat terkait pelestarian budaya salaman ini? Hemat saya, pendidikan budaya salaman melalui literasi mampu menyadarkan setiap orang mengenai pentingnya salaman. Karakter kesenatunan ini sejatinya perlu dijaga agar tak luntur hanya karena munculnya pandemi Covid-19. Dalam budaya literasi, seseorang bisa membagikan cara-cara bersalaman, nilai-nilai positif dari kebiasaan salaman, dan berusaha memberi edukasi terkait masalah-malsalah yang muncul ketika budaya salaman ini dihilangkan. Budaya literasi saat menjadi salah satu sarana potensial bagaimana pesan dan pendidikan tetap disalurkan di masa pandemi Covid-19.

 

 

 

 

Literasi Digital.

 

                          


                   Oleh.  Mario Valentinus Tanik

                                        

                                                 

                                             Dunia Baru dan Literasi Digital.

 

         Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung dua tahun lebih mempengaruhi berbagai sendi kehidupan manusia seperti kesehatan masyarakat, perekonomian, aktivitas pendidikan, dan berbagai sendi kehidupan lainnya. Kondisi ini berpengaruh secara global dan lokal. Kenyataan ini mendorong pemerintah negara di seluruh dunia mengambil berbagai macam kebijakan untuk melindungi warganya. Salah satu kebijakan yang paling lazim adalah pembatasan jarak dan kegiatan. Oleh pemerintah daerah, kebijakan in diterapkan sesuai dengan kondisi setempat. Di Indonesia, kebijakan ini lazim disebut Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Nusa Tenggara Timur, merupakan salah satu provinsi yang menerapkan kebijakan ini, demi melindungi masyarakat-nya. Bertolak dari kondisi yang berimplikasi terhadap pembatasan aktivitas masyarakat, aktivitas ekonomi, aktivitas pendidikan, dan aktivitas sosial, hal ini sangat mempengaruhi aspek kehidupan masyarakat.

         Berbagai aktivitas ini berdampak pada kondisi sosio-ekonomi masyarakat, khususnya masyarakat rentan dan yang berada di bawah garis kemiskinan. Oleh sebab itu, pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, mengeluarkan berbagai kebijakan untuk menanggulangi penyebaran pandemi. Kendati demikian, pelaksanaan berbagai kebijakan ini perlu dipantau dan dievaluasi untuk mengetahui efektivitasnya. Salah satu dampak yang sangat mencolok dari PPKM ini adalah munculnya dunia baru, yakni Literasi digital.

         Literasi Digital di Masa Pandemi merupakan pengetahuan penggunaan media digital, seperti alat komunikasi dan jaringan internet. Keahlian penggunaan literasi digital mencakup kemampuan untuk menemukan, mengerjakan, menggunakan, membuat serta memanfaatkannya dengan cakap, cerdik, dan tepat sesuai kegunaannya. Dalam masa pandemi ini, masalah yang masih dihadapi oleh masyarakat NTT adalah minimnya sumber daya alam (SDA), dalam hal ini adalah masalah perekonomian. Dari sektor perekonomian ini, bumi Nusa bunga mengalami kemerosotan yang serius. Hal ini, layaknya mengingatkan kita pada 1982, yang mana Negara mengalami masa-masa krisis ekonomi. Masalah ini tidak hanya berdampak pada masyarakat tetapi deviasi Daerah NTT. Sebagai kaum millennial yang solutif dan inovatif, cara mempersenjatai diri melawan dan mengendalikan situasi perekonomian di masa pandemi ini adalah memanfaatkan media digital  dengan berliterasi; Demi tujuan memulihkan kembali perekonomian yang tengah mengalami kemerosotan. 

 

         Fase baru dalam dunia modern memberi penekanan bagi setiap orang untuk memahami beberapa aspek kehidupan. Perspektif atas dunia dan situasi sekarang, membuat orang mampu beradaptasi dan bersaing dalam berbagai bidang. Dalam masa pandemi ini, pencapaian revolusi industri 4.0 semakin relevan dan signifikan dalam membantu masyarakat di setiap ranah kehidupan, Khususnya masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT).

         Pandemi covid-19 telah berhasil mengubah sikap manusia dalam menata kehidupan masyarakat. Hal ini menjadikan masyarakat memiliki banyak waktu di rumah. Namun, kendati demikian sebagai masyarakat yang beradaptasi dengan perkembangan zaman, masyarakat NTT mampu menciptakan budaya-budaya baru, termasuk budaya literasi. Dilihat dari berbagai aspek,  budaya literasi merupakan sarana rekonstruksi dengan berbagi cara. Dengan  adanya budaya ini,  masyarakat dapat melakukan berbagai hal melalui budaya ini, khususnya literasi Digital.

         Munculnya literasi digital, berawal dengan hadirnya revolusi industri 4.0 yang membantu masyarakat berkiblat dalam dunia digital. Dengan literasi digital, masyarakat dapat memperoleh berbagai macam peluang untuk berselancar dalam dunia digital. Konsekuensi logis untuk memahami atau membaca peluang di masa pandemi, masyarakat perlu memahami satu konsep literasi kritis dalam dunia digital sebagai bentuk  pemecahan persoalan yang ditawarkan dalam dunia digital. Literasi kritis yang dimaksudkan adalah analisis strength (kekuatan), weakness (kelemahan), opportunities (peluang), threats (ancaman) atau dikenal dengan sebutan SWOT, yakni sebagai landasan sebelum membuka usaha di masa pandemi. Hal tersebut menunjukan suatu bentuk implementasi dari budaya literasi. Berkaitan dengan hal ini, masyarakat dapat melakukan literasi investasi untuk menata kembali ekonomi  di tengah situasi pandemi. Terlepas dari khalayak masyarakat, institusi Pendidikan pun mengambil bagian dalam mempengaruhi keterampilan pelajar untuk berliterasi dan memperkenalkan siswa pada sistem digital. Hal ini dapat dikatakan sebagai suatu peningkatan literasi pendidikan.

         Produktivitas dari gebrak revolusi industri 4.0 dan literasi digital membantu masyarakat menyambut gayung sosio-ekonomi di masa pandemi. Budaya literasi digital membantu masyarakat untuk mengasa keterampilan dan inovasi  dalam berbagai aspek.

         Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu provinsi yang membangun perubahan di masa modern, khususnya dunia digital. Kolaborasi dunia digital ini, dapat membangkitkan literasi digital kalangan masyarakat NTT,  Instansi, para pelajar. Contoh  dari revolusi literasi digital yang membantu masyarakat dalam sosio-ekonomi yakni dunia perbankan. Sistem baru atau platform dari perbankan khususnya BANK NTT, yakni membuat terobosan baru dalam kemajuan literasi digital bagi masyarakat NTT. Terobosan yang dimaksudkan adalah aplikasi e-banking, B’Pung mobile dan mobile banking, yang merupakan sarana transaksi perbankan. Dari fasilitas bank NTT Mobile Banking merupakan suatu gerakan dari revolusi industri 4.0  sebagai bentuk platform Android. 

         Dalam memahami konsep revolusi industri 4.0 dan budaya literasi digital, masyarakat dapat memberi pemahaman atau analisis mengenai literasi digital yang terkadang memberi penawaran positif atau negatif. Namun, untuk memahami pola pikir terhadap teknologi dan berbagai peluang yang diberikan dalam dunia digital, kita, sebagai masyarakat NTT saling bersolider terhadap edukasi budaya teknologi. Sehingga dalam berkiblat di dunia digital kita mengupayakan diri untuk tidak mempersoalkan keadaan masyarakat NTT. Dari  investigasi terhadap budaya digital, hal ini memungkinkan memberi transformasi bagi setiap masyarakat sebagai implementasi terhadap budaya literasi. 

         Hemat saya, budaya literasi  dalam dunia digital mampu menyadarkan setiap orang mengenai pentingnya manfaat literasi di masa pandemi; Menurut Brian Wright dalam infographics yang berjudul Top 10 Benefits of Digital Literacy: Why You Should Care About Technology, ada 10 manfaat penting dari literasi digital, sebagai berikut: Menghemat waktu, Menghemat uang, Belajar lebih cepat, Lebih aman, Memperoleh informasi terkini, Selalu terhubung, Membuat keputusan yang lebih baik, Membuat dan membantu pekerjaan, Membuat lebih bahagia,  dan Mempengaruhi dunia.

 

        Literasi digital telah membawa banyak manfaat bagi kehidupan masyarakat. Manfaat tersebut di antaranya:  Lingkungan masyarakat mampu menggunakan media internet sebagai rekonstruksi perekonomian. Selain hal ini, literasi digital dapat disosialisasi bahan referensi tentang hukum dan etika dalam menggunakan media digital oleh berbagai pihak agar membantu masyarakat. Dalam budaya literasi, seseorang bisa membagikan cara-cara berselancar dalam dunia digital, dan memberi edukasi terkait masalah-masalah yang muncul  dalam gebrakan revolusi industri 4.0. Maka budaya literasi  digital  menjadi sarana potensial bagaimana seseorang dapat berteknologi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Aku Bukan dari Rahimnya

  "  Aku Bukan dari Rahimnya"  Valentinus Mario  Di dalam kegelapan malam yang sunyi, Aku berdiri dengan hati yang hampa, Bukan da...